Radio Rodja 756AM

Kamis, 15 Mei 2014

SEDARURAT APAKAH NEGERI KITA..?







:: SEDARURAT APAKAH NEGERI KITA..? ::

Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan



Nyoblos..?
Apakah sudah saatnya kita Nyoblos..?
Segenting atau sedarurat apakah negeri kita, sehingga nyoblos menjadi prioritas..?
Bukankah ‘katanya’ standar darurat itu karena dipaksa..?
Apakah dipaksa menjadi suatu kaidah baku..?


Saudaraku…
Hendaknya kita bisa membuka ruang perihal perbedaan ini, jangan menjadikan suatu yang hakikatnya lapang menjadi sempit sehingga memaksakan suatu dalil yang tidak semestinya menjadi mesti al hasil muncul sifat ghuluw hingga menjatuhkan vonis kufur terhadap perkara ini, ini yang sangat disayangkan…!!


Saudaraku…
Ketahuilah nyoblos dalam pemilu bukan berarti melegalkan sistemnya sebagaimana dikatakan oleh syaikh al Bani rahimahullah, hal seperti ini yang harus kita robah dalam pola pikir kita, bahwa “berpartisipasi nyoblos bukan berarti melegalkan sistemnya”.


Maka yang dilihat adalah hanya untuk mashlahat atau mafsadat ini semata yang menjadi suatu pertimbangan, mencari mashlahat atau mengurangi mafsadat yang ada, yang jadi pertanyaan:

“apakah mashlahat dan mafsadat mengharuskan adanya keterpaksaan atau darurat..?”

Saya ulangi secara berkali-kali “sistem demokrasi adalah suatu kebobrokan, sistem yang diluar islam maka hakikatnya adalah haram”, ini yang kita sepakati..!!”

Maka berbicara mashlahat dan mafsadat apa mesti dengan keadaan darurat atau keterpaksaan..?

Perlu kita ketahui bahwa darurat atau keterpaksaan tidak harus dihadapkan pada suatu kondisi yang membinasakan/menimbulkan kematian jiwa, missal terpaksa mengucapkan kalimat kufur namun hatinya masih iman, jika tidak diucapkan membinasakan dirinya, ini asalnya haram namun keterpaksaan menjadikan boleh dilakukan pada kondisi ini, maka ini lah darurat yang dikondisikan kepada kematian / binasa.

Dengan demikian bagaimana dikatakan darurat tidak mesti dalam keadaaan binasa/mengorbankan jiwa..?


Darurat tanpa adanya ancaman jiwa, bisa dibenarkan jika berbicara mafsadat yang timbul di hari esok yang besar dengan berbagai macam effectnya maka hal ini biisa dikatakan suatu yang darurat tanpa dihadapkan suatu ancaman kebinasaan jiwa.


Saudaraku…
Bukankah kita mengidamkan negeri yang aman…?

Bukankah diantara kita menginginkan keamanan di suatu negeri menjadikan kita bisa beraktivitas untuk duniawi maupun ukhrowi merupakan nikmat yang agung dan patut disyukuri..?


Sehingga kita sepakat bahwa Sebuah fitrah manusia bagi seseorang tentu menginginkan kebahagiaan, ketenangan dan keamanan. Sehingga kita dapat beribadah menjaga kkeluarga kita, anak istri kita dari jeratan api neraka, maka bagi anda yang menginginkan pendidikan keluarga, mendidik anak kita untuk beribadah kepada Allah maka lihat pondasinya yakni keamanan,


maka berbeda konteks ketika ada yang mengatakan “ urusi pendidikan keluarga.. jangan pikirkan jauh ke negara”.


Pendidikan keluarga adalah suatu kewajiban, dan negeri kita dalam hal ini, pada kondisi ini di terpa krisis pemimpin yang mana kalau seandainya kita lengah maka pemimpin buruk, akan masuk mengelola negeri ini maka urusan Negara saat ini bersifat kondisional, kalau sekiranya kita ingin continue keberlangsungan keamanan negeri kita maka kondisi saat ini mengharuskan anda memikirkan sesaat calon penguasa yang kecil keburu7kannya, setelah itu tercapai maka pendidikan islami akan menjadi continue, rasa aman senantiasa ada, maka lihatlah konteks ini.


Allah berfirman
” Maka hendaklah mereka menyembah Rabb (ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan “ ( Qs. Al Quraiys : 3,4 )
Berkata As Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : ” Maka Allah menjadikan kehidupan yang damai, memberkan rezeki dan keamanan dari rasa takut termasuk kenikmatan duniawi yang paling besar yang mewajibkan untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala”

Maka kalau sekiranya suatu penduduk negeri dihadapkan suatu ancaman mafsadat dalam hal krisis pemimpin, lalu pemimpin yang buruk dengan segala kekurangannya datang untuk menjadikan dirinya calon pemimpin negeri ini, dan pemimpin tersebut sebelumnya condong pada anti islam, berdiri pada partai dikenal anti terhadap perjuangan kaum muslimin serta membela komunitas kecil ‘wong cilik’ dari aliran sesat dan agama minoritas, sekiranya calon pemimpin ini menjadi presiden merupakan ancaman bagi kaum muslimin dan dapat dikatakan suatu darurat akan kegentingan yang mengancam kaum muslimin secara umum.

Disisi lain ada calon pemimpin yang lebih rendah keburukannya dibanding top record calon pemimpin yang anti islam, maka kita memilih calon pemimpin yang memang condong kepada kaum muslimin dengan segala kekurangan yang dimiliki dirinya, maka kita berusaha untuk memilihnya demi kemashlahatan kaum muslimin.

Akankah kita takut…? Sedangkan kita masih punya Allah…?
Kita senantiasa berdo’a :
Allahumma laka aslamtu wabika aamantu wa ‘alaika tawakkaltu (….Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal )
Na’am kita bertawakal kepada Allah dari segala makar yang membahayakan kaum muslimin dengan usaha / berijtihad pada suatu kondisi yang darurat merupakan aspek kita dalam bertawakal kepada Allah guna tercipta suatu kemashlahatan mempertimbangkan pula sebab-akibatnya, maka bertawakal itu harus diaplikasikan setelah berbuat, setelah beramal.

sebagaimana kita dapat melihat seorang yang tersesat dihutan lalu ia kelaparan dan takut membinasakan dirinya maka dengan darurat dibolehkan memakan daging babi umpamanya, sehingga tawakal harus ada usaha, terlebih kondisi darurat kelaparan di tengah hutan khawatir membinasakan diri jika tidak memakan sesuatu maka ia akan mati, maka ia makan yang ada di hutan tersebut sekalipun daging babi.

Apakah Kita belajar dunia perdukunan, memprediksi bakal begini dan begitu..?

Saudaraku…

Sebab-akibat tentu kita pertimbangkan sebagaimana para ulama kita mempertimbangkannya sehingga keluar fatwa bolehnya nyoblos, sangat kerdil dan sempit sekali kalau kita divonis mau belajar dunia perdukunan sehingga seolah para ulama tidak mempunyai pertimbangan dengan segala kedalaman ilmunya,


Saudaraku…
Kita berada disuatu dunia yang nyata… diatas realita…
Capres dengan top record buruk sudah didepan mata…
Capres yang setengah burk pun ada..
Kalau ada capres yang top recordnya baik ada… maka masya Allah.. kita nantikan,
Maka dari itu kita berbicara mafsadat, memperkecil mafsadat dari segala kemafsadatan yang ada, memilih sedikit kebaikan ditengah lingkaran keburukan.
Maka tak patut kita mempertanyakan ‘mencoba meneladani ilmu dukun’.


Oleh karena itu darurat / keterpaksaan tidak selamanya dihadapkan pada kegentingan ancaman jiwa namun bisa pula dikatakan dengan situasi yang timbul dikemudian hari dengan keburukan yang besar oleh karena itu nyoblos ini di analogikan memperkecil mafsadat yang lebih besar untuk memilih pemimpin yang di ijtihadkan mempunyai kebaikan untuk kaum muslimin, dan tentu para ulama dengan kedalaman ilmunya mereka bukan orang-orang yang bodoh, dan kerdil ilmu, oleh karena itu kembali kepada fiqh fatwa ulama bahwa ini adalah suatu perkara yang lapang, perkara yang mestinya diterima dengan kelapangan dada anda bukan dengan kesempitan terlebih memaksakan ayat.


Maka dari itu jangan terlalu tergesa dalam memvonis, seseorang yang membolehkan nyoblos bukan berarti melazimkan sistemnya, apalagi dikait-kaitkan sekiranya direkomenasikan pasangan ini atau pertain alternative divonis IM, Hizby dan selainya maka saya katakan “kita belum dewasa dalam menghadapi realita dan kondisi, sehingga terlalu dini dan memaksakan ucapan-ucapan yang sia-sia dengan tuduhan yang tak ada hak.”
Dengan demikian posisikan pembicaraan pada fiqh fatwa ulama bukan untuk menguatkan..!! sehingga dapat diarahkan pada suatu yang lapang bukan sempitnya pemikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!