Selasa, 01 Maret 2011
HUKUM BACA "“shadaqallahul ‘azhim”
Bacaan “shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an merupakan perkara yang tidak asing bagi kita tetapi sebenarnya tidak ada tuntunannya, termasuk amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan menyelisihi amalan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al Qur’an dengan kata “hasbuk”(cukup), dan Ibnu Mas’ud tidak membaca shadaqallahul’adzim.
Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepadaku, “Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab, “Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “Ya”. Lalu aku membacakan surat An Nisaa’ sampai pada ayat 41. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.
Syaikh Muhammad Musa Nashr menyatakan, “Termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah) yaitu mayoritas qori’ (orang yang membaca Al Qur’an) berhenti dan memutuskan bacaannya dengan mengatakan shadaqallahul ‘azhim, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan bacaan Ibnu Mas’ud dengan mengatakan hasbuk (cukup). Inilah yg dikenal para salaf dan tidak ada keterangan bahwa mereka memberhentikan atau mereka berhenti dengan mengucapkan shadaqallahul ‘azhim sebagaimana dianggap baik oleh orang-orang sekarang”. (Al Bahtsu wa Al Istiqra’ fi Bida’ Al Qurra’, Dr Muhammad Musa Nashr, cet 2, th 1423H)
Kemudian beliau menukil pernyataaan Syaikh Mustafa bin Al ‘Adawi dalam kitabnya Shahih ‘Amal Al Yaumi Wa Al Lailhlm 64 yang berbunyi, “Keterangan tentang ucapan Shadaqallahul’azhim ketika selesai membaca Al Qur’an: memang kata shadaqallah disampaikan Allah dalam Al Qur’an dalam firman-Nya,
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah:’Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (Qs Ali Imran:95)
Memang benar, Allah Maha Benar dalam setiap waktu. Namun masalahnya kita tidak pernah mendapatkan satu hadits pun yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhiri bacaannya dengan kata “Shadaqallahul’azhim.”
Di sana ada juga orang yang menganggap baik hal-hal yang lain namun kita memiliki Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam sebagai contoh teladan yang baik. Demikian juga kita tidak menemukan satu atsar, meski dari satu orang sahabat walaupun kita mencukupkan pada hadits-hadits Nabi shallallanhu’alaihi wa sallam setelah kitab Allah dalam berdalil terhadap masalah apa pun. Kami telah merujuk kepada kitab Tafsir Ibnu Katsir, Adhwa’ Al Bayan, Mukhtashar Ibnu katsir dan Fathul Qadir, ternyata tak satu pun yang menyampaikan pada ayat ini, bahwa Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam pernah mengakhiri bacaannya dengan shadaqallahul ‘azhim.(Lihat Hakikat Al Maru Bil Ma’ruf Wa Nahi ‘Anil munkar, Dr Hamd bin Nashir Al ‘Amar,cet 2)
Bila dikatakan “Cuma perkataan saja, apa dapat dikatakan bid’ah?” Perlu kita pahami,bahwa perbuatan bid’ah itu meliputi perkataan dan perbuatan sebagaimana sabda Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim)
Sehingga apa pun bentuknya, perkataan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk ibadah yang tidak ada contohnya dalam agama, maka ia dikategorikan bid’ah. Bid’ah ialah tata cara baru dalam agama yang tidak ada contohnya, yang menyelisihi syariat dan dalam mengamalkannya dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah.
Wallahu a’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Article's :
-
▼
2011
(161)
-
▼
Maret
(15)
- Muqaddimah
- Ahmadiyyah menghina NABI
- Mengungkap Tabir WAhdah Islamiyyah
- Membongkar Sesatnya ABU SALAFY
- IMAM SYAFI'I TOLAK BID'AH HASANAH
- UNTUKMU.. ABU SALAFY
- BIODATA MIRZA GHULAM
- Perkembangan AHMADIYYAH
- KEMATIAN MIRZA GHULAM
- Hukum Tawasul ?
- Hukum Membangun kuburan
- HUKUM MENGHADIRI MAULID NABI
- HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI
- HUKUM BACA "“shadaqallahul ‘azhim”
- Sya'ir Sufyan
-
▼
Maret
(15)
Hanya menegaskan aja...
BalasHapusJadi membaca "shadaqallahul ‘azhim" setelah membaca alqur'an adalah bid'ah.
Jadi melakukan amalan tersebut adalah sesat...?
Jadi pelaku amalan tersebut masuk neraka...?
kesimpulannya:
Jadi membaca al-qur'an kemudian membaca "shadaqallahul ‘azhim" masuk neraka...
..........
Hati - hati akhi..
berbicara tentang agama harus dengan ilmu, hanya orang - orang yang berkompeten yang berhak berfatwa dan memberikan bimbingan masalah agama.
Sebelum antum berbicara masalah agama berkaca dululah..
sudah pantaskah..?
sudah paham dan hafalkah tentang al-qur'an...
sudah hafal berapa ribu hadist...
berguru hadistnya kemana...
paham ndak seluk beluk bahasa arab...
pahamkah tentang perbedaan dikalangan ulama...
berapa syaikh saya...?
kitab apa aja yang telah saya khatamkan dengan bimbingan ulama...?
sehingga tidak menghasilkan kajian yang kacau.
kalau antum belum mampu tidak ada kok yang memaksa antum untuk berdakwah....
semoga hidayah Alloh atas kita semua...Amin.
Bismillah,
BalasHapusKomentar yang baik dan anda penuntut ilmu yang insya Allah diberkahi serta diberikan dan diistiqamahkan dengan pemahaman para shahabat.
Hadist Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam dalam Riwayat. An-Nasa-i (III/189) dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang shahih. Rasulullah bersabda " Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka”
Siapa pun yang berbuat bid’ah dalam agama, walaupun dengan tujuan baik, maka bid’ahnya itu, selain merupakan kesesatan, adalah suatu tindakan menghujat agama dan mendustakan firman Allah Azza wa Jalla : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [Al-Maa’idah: 3]. Karena dengan perbuatannya tersebut, dia seakan-akan mengatakan bahwa Islam belum sempurna, sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla belum terdapat di dalamnya.
Adapun apa yang anda katakan diatas yakni :
"Jadi melakukan amalan tersebut adalah sesat...?
Jadi pelaku amalan tersebut masuk neraka...?
kesimpulannya:
Jadi membaca al-qur'an kemudian membaca shadaqallahul ‘azhim" masuk neraka..."
Saya katakan : mungkin itu menurut anda, dan memang itu perkataan anda, adapun ahlussunnah menyerahkan kepada Allah 'azza wajalalla tentang surga dan neraka seorang hambanya, maka anda tidak belajar apa syarah hadist tersebut dengan syarah para Ulama ajma'in. kiranya ahlussunnah memvonis seorang muslim masuk neraka secara individu, vonis yang bersifat individu.. ini tidak benar..!! syubhat ini hanya muncul dari golongan yang dengki terhadap dakwah Ahlussunnah wal Jama'ah. maka sebutkan ulama ahlussunnah dari zaman Shahabbat sampai zaman ini yang memvonis kafir secara individu ? tunjukan pada saya, dikitab mana..? juz berapa..? siapa yang berkata..?" dst...
Dengan demikian, tak ada jalan lagi bagi ahli bid’ah untuk menjadikan suatu bid’ah mereka sebagai bid’ah hasanah, karena kita telah mempunyai senjata ampuh dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu: "Dan setiap bid’ah adalah kesesatan". Senjata ini bukan dibuat di sembarang pabrik, melainkan datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dibuat sedemikian sempurna. Maka, barangsiapa yang memegang senjata ini tidak akan dapat dilawan oleh siapa pun dengan bid’ah yang dikatakannya sebagai hasanah, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa, “Setiap bid’ah adalah kesesatan.”
‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata:
"Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun manusia memandang baik"
Riwayat al-Laalika-iy dalam Syarah Ushuul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (no. 126), Ibnu Baththah al-‘Ukbary dalam al-Ibaanah (no. 205). Lihat ‘Ilmu Ushulil Bida’ (hal. 92).
(((Hati - hati akhi..
BalasHapusberbicara tentang agama harus dengan ilmu, hanya orang - orang yang berkompeten yang berhak berfatwa dan memberikan bimbingan masalah agama.
Sebelum antum berbicara masalah agama berkaca dululah..
sudah pantaskah..?
sudah paham dan hafalkah tentang al-qur'an...
sudah hafal berapa ribu hadist...
berguru hadistnya kemana...
paham ndak seluk beluk bahasa arab...
pahamkah tentang perbedaan dikalangan ulama...
berapa syaikh saya...?
kitab apa aja yang telah saya khatamkan dengan bimbingan ulama...?)))
hmmmm, selalu senjatanya ini. Apa ga' ada yang lain apa yah.
Afwan akhi, memang senjata itulah yang selalu disampaikan ketika kita menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang mereka yakini. Memang syubhat mereka dari dulu sampai sekarang masih berkutat itu-itu saja dan kayaknya syubhat itu selalu diturunkan ke generasi mereka. Semoga kita tidak termakan oleh syubhat mereka yang menentang dakwah tauhid.
menurut ane.. antum semua pelaku bid'ah mengapa? karena kalian kalau membaca sholawat selalu menyebut kata"wa shohbihi". apakah kata "wa shohbihi" ada tuntunannya dalam nash Al Qur'an /hadist??
BalasHapusBismillah, dalam agama islam nan mulia tiada ada kata atau ucapan "Menurut saya/menurut ane/menurut kyai fulan" tiada kalimat semacam ini dan dirujukan sebagai hujjah laa wallah, Al Islam berhujjah qalallahu, qalarasul, wa qla shahabat, bukan.. menurut ane/menurut saya, ajaib kiranya semua orang membicarakan agamanya sesuai versi masing-masing, tanpa sandaran, tanpa refrensi dst..
BalasHapusadapun kalimat wa 'ashbihi adal para shahabat dan ini adab kepada para shahabat Nabi shallallahu'alaihi wa salam dan dipraktekan oleh para ulama, dari tabi'in, tabiut tabiin, hingga sekarang. kiranya anda penggemar karya-karya imam asy syafi'i baca buku-buku beliau, karna para shahabatlah yang meniti jalan bersama Rasulullah. dan tentu hanya orang munafikin dari kalangan Syi'ah rafidhah laknatullah yang benci kepada para shahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam. wallahu'alam
perkataan "menurut ane" tidak lebih mulia. yang paling mulia dan hanif adalah perkataan menurut Alloh bahwa....menurut Rosululloh mengatakan bahwa...menurut Shahabat dalam haditsnya yang shohih menjelaskan bahwa....sandarkan semua rujukan pada hukum islam yg tlah sempurna bukan pada ro'yu akal sebagaimana perkataan "menurut ane", semoga Alloh memberimu(anonim) kefahaman pada metode nya salafussholih ini.
BalasHapusAllahuma Amin
Hapus