Selasa, 01 Maret 2011
Perkembangan AHMADIYYAH
Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
Permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan
pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani, sebab pertentangan dan
perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para pemuka Nasrani dan
Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam
dalam perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad
berfikir, bahwa pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih
banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.
Untuk mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, maka pertama kali yang ia lakukan
ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang agama Hindu. Berikutnya, ia menulis
beberapa artikel di beberapa media massa untuk mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum
Muslimin pun akhirnya memberikan perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878M.
Pada gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku sebanyak lima puluh
jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran syubhat yang dilontarkan oleh kaum kuffar
terhadap Islam. Oleh karena itu, ia mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara
material. Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang palsu, bahwa ia
akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.
Sejak itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan kusyufat tipuan yang
ia alami. Sehingga orang-orang awam menilainya sebagai wali Allah, tidak hanya sebagai orang
yang berilmu saja. Orang-orang pun bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu
besar kepadanya guna mencetak kitab yang dimaksud. (Majmu‟ah I‟lanat Ghulam Al-Qadiyani,
1/25)
Volume pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880M, dengan judul Barahin Ahmadiyah.
Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter penulisnya. Cerita tentang alam ghaib
yang berhasil ia ketahui, juga berisi karomah dan kusyufatnya.
Kitab-kitab volume berikutnya pun bermunculan. Namun, tatkala sampai kepada masyarakat,
mereka keheranan, karena mendapat isi buku tersebut tidak seperti yang dikatakan penulis
pertama kali, yaitu bantahan terhadap agama Hindu dan Nasrani, tetapi justru dipenuhi dengan
cerita-cerita tentang karamah dan sanjungan terhadap kolonialis Iggris.
Dari sini, masyarakat kemudian mengetahui, ternyata lelaki ini hanyalah seorang pendusta dan
pencuri harta manusia. Buku yang telah diterbitkan hanya untuk mendapatkan popularitas dan
memanfaatkan kaum Muslimin, menguras harta mereka, bukan untuk membela Islam. Apalagi
setelah kaum Muslimin menemukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam
dalam buku yang ia terbitkan tersebut.
Banyak para ulama yang mendapat informasi, bahwa lelaki itu, sebenarnya tidak mempunyai
keinginan, kecuali untuk membuat sebuah toko semata. Andai ada orang lain yang mampu
membayarnya dengan jumlah yang lebih besar, maka ia akan mendukungnya, meskipun dengan
melakukan pelanggaran terhadap Islam. Dan memang seperti itulah yang dikatakan oleh para
ulama. Sebab, pada waktu itu, penjajah Inggris membutuhkan orang yang dapat memporak-
porandakan kekuatan kaum Muslimin. Sehingga sang penjajah ini mencari orang dari kalangan
kaum Muslimin untuk diperalat. Tatkala sudah mendapatkannya, kolonial ini akan
memanfaatkan semaksimal mungkin. Demikian yang terjadi dengan Mirza Ghulam Ahmad. Oleh
karena itu, ia penuhi kitab volume ketiganya dengan pujian-pujian kepada kolonialis Inggris.
Perhatikan pengakuannya dalam volume tersebut, tatkala ia menghadapi penentangan dari kaum
Muslimin
Dia menyatakan, ada sebagian orang dari kalangan kaum Muslimin yang menulis kepadaku,
mengapa engkau memuji penjajah Inggris dalam volume ketiga? Mengapa engkau berterima
kasih kepada pemerintah Inggris? Sebagian kaum muslimin mencaci-maki dan mecelaku karena
sanjungan ini. Hendaknya setiap orang mengetahui, bahwa aku tidak memuji pemerintah Inggris,
kecuali berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. (Barahin Ahmadiyah, vol. 4)
Ringkasnya, penjajah telah memanfaatkannya dengan memberikan segala yang berharga
untuknya karena pengkhianatannya kepada agama dan umat Islam. Persis seperti ayahnya yang
dahulu juga berkhianat, tetapi kepada negeri India dan penduduknya.
Pada tahun 1885M, ia memproklamirkan diri sebagai mujaddid dengan mendapat bantuan dan
dukungan penuh dari penjajah. Enam tahun berikutnya, tahun 1891M, ia mengklaim diri sebagai
Imam Mahdi. Pada tahun itu juga, ia mengaku sebagai Al-Masih. Dan klimaksnya pada tahun
1901M, ia mendeklarasikan statusnya sebagai nabi yang mandiri, dan lebih mulia dari seluruh
pada nabi dan rasul.
Sebagian ulama dapat mendeteksi keinginannya sebelum ia mengaku sebagai nabi (palsu). Tetapi
dengan segera ia mencoba menepisnya dengan berkata: “Aku juga beraqidah Ahlus Sunnah. Aku
berkeyakinan Muhammad adalah penutup para nabi. Barangsiapa mengaku sebagai nabi, maka ia
kafir, pendusta. Karena aku beriman bahwa risalah itu bermula dari Adam dan berakhir dengan
kedatangan Rasulullah Muhammad.” (Pernyataan Ghulam Ahmad pada 12 Oktober 1891 yang
terdapat dalam kitab Tabligh Risalah, 2/2)
Kemudian dengan bisikan dari penjajah ia mengatakan untuk mengecoh: “Aku bukan nabi, tetapi
Allah menjadikannku orang yang diajak bicara (kalim), untuk memperbaharui agama Al-
Musthafa (Muhammad)” (Mir-atu Kamalati Al-Islam, hal. 383)
Keterangan lain darinya: “Aku bukan nabi yang menyerupai Muhamamad atau datang dengan
ajaran yang baru. Justru yang ada dalam risalahku, aku adalah nabi yang mengikutinya
(nabiyyun muttabi)” (Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam Ahmad)
Dia juga mengatakan: “Demi Allah yang ruh-ku berada di genggaman-Nya, Dialah yang
mengutusku dan menyebutku sebagai nabi.... Aku akan memperlihatkan kebenaran
pengakuanku dengan mukjizat-mukjizat yang jumlahnya tidak kurang dari tiga ratus ribu
mukjizat.” (Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam Ahmad)
Coba perhatikan pernyataan-pernyataannya. Dia betul-betul berusaha mengecoh kaum Muslimin.
Padahal sebelumnya, ia mengatakan: “Siapa saja yang mengklaim diri sebagai nabi setelah
Muhammad, berarti ia saudara Musailamah Al-Kadzdzab, kafir lagi busuk.” (Anjam Atsim, hal.
28, karya Ghulam Ahmad). Dia juga mengatakan: “Kami melaknat orang-orang yang mengaku
sebagai nabi setelah Muhammad.” (Tabligh Risalah, 26/2)
Perlu juga disebutkan, kitab yang ia janjikan berjumlah lima puluh jilid, tidak ia selesaikan
kecuali lima jilid saja. Sehingga ketika ditanya oleh para donatur, ia menjawab: “Tidak ada
bedanya antara angka lima dan lima puluh, kecuali pada nolnya saja.” (Muqaddimah Barahin
Ahmadiyah, 5/7, karya Ghulam Ahmad)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Article's :
-
▼
2011
(161)
-
▼
Maret
(15)
- Muqaddimah
- Ahmadiyyah menghina NABI
- Mengungkap Tabir WAhdah Islamiyyah
- Membongkar Sesatnya ABU SALAFY
- IMAM SYAFI'I TOLAK BID'AH HASANAH
- UNTUKMU.. ABU SALAFY
- BIODATA MIRZA GHULAM
- Perkembangan AHMADIYYAH
- KEMATIAN MIRZA GHULAM
- Hukum Tawasul ?
- Hukum Membangun kuburan
- HUKUM MENGHADIRI MAULID NABI
- HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI
- HUKUM BACA "“shadaqallahul ‘azhim”
- Sya'ir Sufyan
-
▼
Maret
(15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar