Radio Rodja 756AM

Minggu, 01 Mei 2011

JENGGOTKU.. KETAMPANANKU..!!



Hukum memelihara/membiarkan jenggot adalah wajib dan haram untuk dicukur. Karena mencukurnya termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah dan termasuk perbuatan syaitan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلَآَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا

“Dan akan Aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An Nisa’: 119)

Memotongnya juga berarti telah menyerupai wanita. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat bentuk penyerupaan (baca: tasyabbuh) seperti ini. Beliau bersabda,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi, shahih)

Nabi telah memerintahkan untuk memelihara jenggot. Dan menurut ilmu Ushul Fikih, perintah menunjukkan suatu kewajiban. Perintah tersebut dapat dilihat dari hadits-hadits di bawah ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Cukurlah kumis, biarkanlah jenggot, dan selisilah majusi.” (HR. Muslim, 1/222/260)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa makna memelihara di atas adalah membiarkannya sebagaimana adanya. (Syarah Shahih Muslim).

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Selisilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot, dan cukur habislah kumis.” (HR. Bukhari, 10/349/5892)

- Pernyataan Para Ulama Tentang Mencukur Jenggot

Mayoritas para ulama dan ahli fikih secara tegas menyatakan bahwa mencukur jenggot itu haram. Ibnu Hazm berkata, “Para ulama sepakat bahwa mencukur jenggot merupakan perbuatan mutslah yang terlarang.” Mutslah adalah perbuatan memperburuk atau membuat jelek. Tidaklah diragukan bahwa wajah adalah anggota tubuh yang mulia, karena di sana terdapat sejumlah indera. Wajah juga merupakan sumber/pusat ketampanan. Pada wajah terdapat ciptaan Allah yang indah yang seharusnya dijaga dan diperlakukan secara istimewa. Tidak malah dihinakan dan dibuat agar tampak buruk/jelek. Dari ‘Abdullah bin Yazid Al Anshory, beliau berkata,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّهْبَى وَالْمُثْلَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan hewan sebagai sasaran dan melarang mutslah.” (HR. Bukhari no. 2294)

Dalam Al Ikhtiyarot Al Ilmiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Dan beliau mengikuti mazhab Imam Ahmad -ed) berkata, “Diharamkan mencukur jenggot berdasar berbagai hadits yang shahih dan tidak seorang ulama pun yang membolehkannya.” Ibnu Abidin dari kalangan ulama Hanafiah dalam Roddul Muhtar menyatakan, “Diharamkan bagi laki-laki memotong jenggot.” Dalam Al Umm Imam Syafi’i menegaskan haramnya mencukur jenggot. Dari kalangan Malikiyyah, Al ‘Adawi menukil pernyataan Imam Malik, “Itu termasuk perbuatan orang-orang Majusi.” Ibnu ‘Abdil Bar dalam At Tamhid berkata, “Diharamkan mencukur jenggot. Tidak ada yang melakukannya kecuali laki-laki yang bergaya seperti perempuan.” (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah, edisi terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media Hidayah). (Sehingga jelas bahwa banyak ulama empat mazhab yang mengharamkan mencukur jenggot -ed).

- Rasulullah Tidak Suka Melihat Wajah Orang yang Tercukur Jenggotnya

Ketika Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya, “Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, “Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan tetapi, Rabbku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan)

Wahai saudaraku yang begitu mudah mencukur jenggotnya, bagaimana pendapatmu apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat wajahmu? Jawaban apa yang akan engkau berikan ketika beliau memalingkan wajahnya darimu seraya berkata, “Siapa yang memerintahmu seperti ini?” Ketahuilah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyuruh melakukan sesuatu melainkan beliau merupakan orang yang pertama melakukannya. Oleh karenanya jenggot beliau lebat dan utuh. (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah, edisi terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media Hidayah).

- Mencukur Jenggot Adalah Suatu Bentuk Pemborosan dan Dosa Secara Terang-Terangan

Tidak perlu diragukan lagi bahwa mencukur jenggot membutuhkan biaya yaitu untuk membeli alat cukur, sabun, dan silet. Ini semua termasuk membelanjakan harta yang Allah amanahkan kepada hamba-Nya tidak pada tempatnya sehingga pelakunya akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat. Seseorang tidak boleh berdalih, ‘ini kan cuma sedikit dan tidak berarti apa-apa’. Ingatlah firman Allah,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (semut hitam), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah (semut hitam), niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Al Zalzalah: 7-8)

Selain pemborosan harta, mencukur jenggot juga menghabiskan waktu. Padahal waktu adalah hal yang mahal dan berharga, maka harus dijaga sebaik-baiknya dan tidak boleh disia-siakan, apalagi untuk melakukan perkara yang haram.

Mencukur jenggot merupakan sebuah perbuatan dosa yang dilakukan terang-terangan. Padahal orang yang demikian tidak akan dimaafkan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ

“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali orang yang melakukan dosa secara terang-terangan.” (HR. Bukhari no. 5608)

Hukum “Merapikan” Jenggot

Ulama berselisih pendapat mengenai masalah ini. Adapun pendapat yang paling kuat di antara berbagai pendapat yang ada adalah tidak boleh merapikan jenggot meski hanya memotong beberapa bagian saja. Hal ini didasarkan pada sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa ucapan maupun perbuatan, sebagaimana terdapat dalam hadits yang shohih. Salah satu ciri fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memiliki jenggot yang lebat.

كَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ

“Rambut jenggot Nabi banyak (lebat).” (HR. Muslim)

Ketika Anas menceritakan ciri fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: “Jenggot Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memenuhi sebelah sini dan sebelah sini. Anas lalu memberi isyarat dengan tangannya pada dua tulang rahang bawahnya.” (HR. Ibnu Asakir dalam tarikhnya)

Dan para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in juga mengetahui kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Quran dalam shalat Zuhur dan Ashar melalui gerakan jenggot beliau. (HR. Bukhari)

Sungguh betapa aneh orang yang mengaku cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak menyukai penampilan beliau dan tidak mau menirunya. Padahal Allah ta’ala telah berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imron: 31)

Adapun hadits yang menyatakan bahwa Nabi memotong jenggotnya pada sisi kanan dan sisi kiri merupakan hadits yang sangat lemah sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa jika jenggot telah lebih dari satu genggam maka selebihnya dipotong, berdasarkan riwayat Umar dan Ibnu Umar -radhiallahu ‘anhuma- adalah tidak tepat. Riwayat tersebut tidak dapat digunakan sebagai alasan karena bertentangan dengan hadits-hadits yang mewajibkan memelihara jenggot yang dinilai lebih kuat. Oleh karena itu, riwayat tersebut tidak dapat dijadikan dalil karena sunah Nabi harus didahulukan dari segalanya. Tidak ada pendapat yang bisa diterima, apabila menyelisihi sunah. Dalil itu terdapat pada riwayat para sahabat Nabi, bukan dalam pendapat pribadi mereka. Di samping itu, perbuatan Umar dan Ibnu Umar ini itu khusus pada haji, tidak pada setiap kesempatan, sebagaimana pendapat orang yang membolehkan merapikan jenggot.

Pendapat yang paling hati-hati adalah dengan mengikuti pendapat tersirat dari hadits-hadits yang memerintahkan memelihara jenggot. Dan memeliharanya adalah suatu pekerjaan yang mudah, tidak perlu biaya apa-apa untuk menipiskan ataupun mencukurnya, tidak buang-buang waktu dan tenaga. Wallahu a’alam bish showab. (Lihat Minal Hadiin Nabawi I’faul Lihyah, edisi terjemahan berjudul Jenggot Yes, Isbal No – Media Hidayah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!