Radio Rodja 756AM

Selasa, 01 Oktober 2013

BERHIAS DI HARI RAYA





HARI RAYA HARI BERHIAS

Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim Ad-Duwais
almanhaj.or.id

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menamakan hari ‘Ied di dalam Kitab-Nya dengan yaum Az-Zinah –hari berhias-

قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَن يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى

"Dia berkata hari yang dijanjikan bagi kalian adalah hari berhias –‘Ied- dan agar manusia berkumpul pada waktu dhuha". [Thaha: 59]

Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai perhiasannya pada hari ‘Ied.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar Radhiyallahu 'anhu bahwasanya ‘Umar Ibn Al-Khathab Radhiyallahu 'anhu melihat jubah dari sutra, kemudian dia membelinya untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hadiah baginya, kemudian Umar berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm : “Hendaklah anda berhias dengan ini untuk hari ‘Id dan menyambut tamu utusan.” Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ini adalah baju bagi orang yang tidak memiliki bagian (di akhirat). [Lihat Zaadul Ma’ad].

Dari hadits ini nampak bagi kita bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu berhias untuk hari ‘Ied dan menyambut tamu utusan, para sahabat menginginkan agar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai pakaian terbaiknya di hari-hari khusus bagi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian penolakan beliau itu bukan penolakan untuk berhias, namun penolakan tersebut untuk mengambil perhiasan yang dilarang dan mengambil pakaian yang diharamkan. Karena tidaklah laki-laki memakai sutra kecuali tidak akan memiliki bagian di akhirat kelak.

Dan kebiasaan Ibnu ‘Umar memakai pakaian terbaiknya saat tiba dua hari raya. [Diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dan Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibn Hajar Al-‘Asqalani di dalam Al-Fath].

Perhiasan adalah tanda yang paling menonjol yang membedakan hari raya dengan hari-hari lainnya, namun kaum muslimin sekarang pada umumnya memahami dengan pengertian yang lain. Di antara mereka ada yang berhias dengan mencukur jenggotnya, padahal hal ini merupakan penyerupaan dengan pelaku-pelaku kesyirikan dan menyelisihi Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagian mereka juga yang mengulurkan pakaianya –baik sarung atau celana dan yang lainnya- melebihi dua mata kaki, hiasan semacam ini tidak semestinya bagi seorang muslim, bahkan seharusnya seorang muslim melihat bahwa yang demikian justru mengotori perhiasan, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ n ثَلاَثَ مِرَارًا قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

"Tiga golongan yang Allah tidak mengajak bicara mereka pada hari kiamat, tidak akan melihat mereka, dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih”. Abu Dzar bertanya: “Betapa kecewa dan meruginya mereka, siapa mereka wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Al-musbil (orang yang mengulurkan pakaiannya di bawah mata kaki), Al-Mannan (orang yang mengungkit-ngungkit pemberian), dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu". [HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, lihat At-Targhib wat Tarhib oleh Al-Mundziri].

Kita juga lihat para wanita mereka menampakkan lekuk-lekuk, hal ini merupakan penyimpangan yang sangat besar, baik dilihat dari sisi syariat maupun fitrah yang lurus, padahal Allah telah memerintahkan adalah agar para wanita mempercantik diri dan berhias dengan hijabnya dan kesuciannya yang merupakan pakaian yang telah Allah khususkan bagi mereka dan juga Allah perintahkan mereka agar menutupi diri mereka dengan hijab tersebut.

Seorang muslim haqiqi haruslah menolak untuk berhias dengan segala apa yang telah Allah haramkan, dan tatkala dia melihat pakaian tersebut atau orang yang memakainya maka dia melihatnya dengan penilaian hal tersebut adalah aib, tidak sesuai dengan fitrah, bahkan bertentangan dengan apa yang telah diperintahkan. Maka pakaian dan perhiasan yang sempurna pada hari ‘Ied adalah yang menghiasi seseorang dengan peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

PAKAIAN TAQWA ADALAH YANG PALING BAIK

Tatkala seorang muslim memperhatikan dirinya dan melihat ke cermin dan melihat dirinya sudah berhias secara dhahir dan memeperhatikan segala apa yang merusak penampilannya secara dhahir, dan dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah dirinya sudah tampan ? Tetapi bagaimanakah dengan penampilannya secara batin? Bagaimana dengan perhiasan taqwa dan iman? Apakah setelah dia memperbaiki penampilan dhahir juga memperbaiki penampilan batin?

Apabila badan sudah memakai perhiasannya, apakah hatinya juga akan dipakaikan perhiasan? Kemudian akan muncul lagi pertanyaan-pertanyaan lain pada dirinya. Apa yang akan dilakukan apabila kotoran menimpa pakaiannya? Bukankah dirinya akan bersegera untuk menghilangkan dan membersihkannya? Dan bagaimana dengan dosa-dosa yang telah mengotori hatinya? Berapa banyak perbuatan dan dosa-dosa yang telah mengotori hatinya? Berapa banyak perbuatan dosa yang sudah mencemari kesucian dan kemurniannya? Apakah dia ridha dengan kotoran-kotoran (dosa-dosa) tersebut dan bangga dengannya?.

Seseorang bersedia untuk menyerahkan uangnya untuk membersihkan kotoran-kotoran dari pakaiannya demi penampilan yang sempurna, namun bagaimana bisa terjadi seseorang tidak ridha dengan kotoran-kotoran dhahir, tetapi dia ridha dengan kotoran-kotoran bathin? Bahkan lebih dari itu. Dia malah berusaha dan mencari kotoran-kotoran bathin! Laa haula walaa quwwata illa billah.

Orang-orang semacam ini tatkala menyadari keadaannya, hendaklah bersegera untuk menghapuskannya dan membersihkannya dengan taubat nasuha dan mengangkat dua tangannya memohon ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika seseorang berkata: “Aku telah menyempurnakan perhiasan dhahir dan akan berusaha untuk menyempirnakan perhiasaan bathin, kemudian dia membaca”:

يَابَنِى ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

"Wahai anak Adam sesungguhnya telah Kami turunkan bagi kalian pakaian yang dapat kalian pergunakan untuk menutupi aurat kalian dan pakaian taqwa adalah lebih baik, yang demikian merupakan bagian dari ayat-ayat Allah agar mereka mau berfikir". [Al-A’raf:36]

Demikianlah penjelasan sekilas tentang makna hari raya di dalam Islam, semoga dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Amiin

[Ditulis ulang oleh: Abu ‘Abdillah T. Abdul Ghanie Naasih Salim, dari kaset yang berjudul: Al-‘Ied Wa Ma’naahu fil Islam yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim Ad-Duwais, dengan perubahan di beberapa tempat].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!