Kedelapan
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Artinya : Danjadikanlah kami imam bagi orang yang bertaqwa". [Al-Furqan : 74]
Setiap orang yang bertaqwa akan diikuti oleh mereka sedangkan ketaqwaan adalah wajib sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam banyak ayat yang sulit untuk memaparkannya pada kesempatan ini, sehingga jelaslah kewajiban mengikuti mereka dan penyimpangan dari jalan meraka merupakan pintu fitnah dan musibah.
Kesembilan
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Artinya : Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami".[As-Sajadah : 24]
Sifat ini diberikan untuk para sahabat Musa dimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengkhabarkan Bahwa Dia telah menjadikan mereka sebagai imam-imam yang diikuti oleh orang yang setelah mereka dengan kesabaran dan keyakinannya, karena keimaman (kepemimpinan) di dunia dapat dicapai dengan kesabaran dan keyakinan.
Sudah pasti para sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak dan pantas mendapat sifat ini dari para sahabat Musa tersebut karena mereka lebih sempurna keyakinan dan lebih besar kesabarannya dari umat yang lain sehingga mereka lebih pantas memegang jabatan keimamam ini. Hal ini telah ditetapkan juga oleh persaksian Allah dan pujian Rasulullah terhadap mereka. Kalau begitu mereka adalah orang yang paling pintar dari umat ini sehingga kita diwajibkan untuk merujuk kepada fatwa dan pendapat mereka serta terikat dengan pemahaman mereka terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah secara amalan, akal dan syariat, wabillahi taufiq.
Kesepuluh
Dari Abi Musa Al-Asy'ariy beliau berkata :
"Artinya : Kami sholat maghrib bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu kami berkata : Semalam kita duduk-duduk sampai shalat Isya bersama beliau lalu kami duduk sampai Rasulullah menemui kami dan berkata ; Kalian masih di sini ? kami menjawab : wahai Rasulullah kami telah shalat bersamamu kemudian kami berkata : kami akan tetap duduk sampai shalat Isya bersamamu, beliau menjawab ; bagus atau benar. Abu Musa berkata : kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kepala ke langit dan hal itu sering beliau lakukan lalu bersabda : bintang-bintang adalah penjaga langit, jika hilang bintang-bintang tersebut maka datanglah bencana padanya dan saya adalah penjaga para sahabatku maka jika saya pergi datang kepada mereka apa yang dijanjikan dan sahabatku adalah penjaga umatku jika telah pergi sahabatku datanglah kepada umat ku apa yang dijanjikan" [Hadits Riwayat Muslim 16/82 -An-Nawawiy]
Rasulullah menjadikan kedudukan para sahabatnya dibandingkan dengan generasi setelah mereka dari umat Islam sebagaimana kedudukan beliau kepada para sahabatnya dan sebagaimana kedudukan bintang terhadap langit.
Jelaslah Tasybih Nabawiy (perumpamaan Nabi) ini menjelaskan kewajiban mengikuti pemahaman para sahabat dalam agama Islam sama dengan kewajiban umat Islam kembali kepada Nabi mereka karena Nabi adalah penjelas Al-Qur'an sedangkan para sahabatnya adalah penyampai dan penjelas beliau bagi umat. Demikianlah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang yang maksum yang tidak berbicara dengan hawa nafsu dan beliau hanya mengucapkan petunjuk dan hidayah, sedangkan para sahabatnya adil yang tidak berkata-kata kecuali dengan kejujuran dan tidak mengamalkan sesuatu kecuali kebenaran.
Dan demikian juga Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan bintang-bintang sebagai alat pelempar syaitan ketika mencuri khabar sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka, syaithan-syaithan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (diantara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan) ; maka ia dikejar-kejar oleh suluh api yang cemerlang" [Ash-Shaaffat : 9-10]
Dan firmanNya.
"Artinya : Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithan" [Al-Mulk : 5]
Demikian juga para sahabat adalah hiasan umat Islam yang menghancurkan ta'wil orang-orang bodoh, ajaran batil dan penyimpangan orang yang menyimpang yang mengambil sebagian Al-Qur'an dan membuang sebagiannya, mengikuti hawa nafsu mereka lalu bercerai-berai ke kanan dan ke kiri lalu mereka menjadi berkelompok-kelompok. Demikian juga bintang-bintang menjadi tanda bagi penduduk bumi agar mereka gunakan sebagai alat petunjuk di kegelapan darat dan laut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan Dia (ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk." [An-Nahl : 16]
Dan firmanNya.
"Artinya : Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut" [Al-An'am :97]
Demikian juga para sahabat, mereka dicontoh untuk menyelamatkan diri dari kegelapan syahwat dan syubhat, maka orang yang berpaling dari pemahaman mereka berada dalam kesesatan yang membawanya kepada kegelapan yang sangat kelam, seandainya dia mengeluarkan tangannya maka tidak terlihat lagi.
Dengan pemahaman para sahabat, kita membentengi Al-Kitab dan As-Sunnah dari kebid'ahan syaithan jin dan manusia yang menginginkan fitnah dan ta'wilnya untuk merusak apa yang dimaksud Allah dan RasulNya. Sehingga pemahaman para sahabat merupakan pelindung dari kejelekan dan sebab-sebabnya. Seandainya pemahaman mereka bukan hujjah tentunya pemahaman orang setelah mereka menjadi penjaga dan pelindung mereka dan ini mustahil.
Kesebelas
Hadits-hadits yang menjelaskan kewajiban untuk mencintai para sahabat dan mencela orang yang membenci mereka -dan merupakan kesempurnaan dalam mencintai mereka adalah dengan mencontoh jejak langkah dan berjalan di atas petunjuk mereka dalam memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah- sangat banyak, diantara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Janganlah mencela sahabatku karena seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai satu mud atau setengah mudnya shadaqah mereka" [4]
Keutamaan ini bukan saja dari sisi mereka telah melihat, berdampingan dan bersahabat dengan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi hal itu karena ittiba' dan pengamalan mereka terhadap sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang demikian besar. Pantaslah jika pemahaman mereka dijadikan jalan petunjuk dan pendapat-pendapat mereka dijadikan kiblat tempat seorang muslim menghadapkan wajahnya dan tidak berpaling kepada selainnya. Dan hal itu jelas -jika dilihat- sebab turunnya hadits ini dimana orang yang dilarang tersebut adalah Khalid bin Al-Walid dan beliau seorang sahabat, maka apabila satu mud sebagian sahabat atau setengahnya lebih baik di sisi Allah dari emas sebesar gunung uhud lantaran keutamaan dan terdahulunya mereka dalam Islam, maka tidak diragukan lagi adanya perbedaan yang besar antara sahabat dengan orang yang setelah mereka. Kalau keadaannya seperti ini bagaimana mungkin pemahaman orang yang memiliki akal yang cemerlang dalam agama Allah ini tidak menjadi jalan petunjuk yang membawa kepada jalan yang lebih lurus ?
Keduabelas
Diantaranya hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin dan gigitlah dengan gigi gerahammu" [Telah lewat Takhrijnya]
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umatnya ketika terjadi perselisihan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya dengan paham para sahabatnya sebagaimana telah lalu penjelasannya.
Diantara faedah berharga dari hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam setelah menyebut sunnahnya dan sunnah para Khulafaur Rasyidin berkata :
Dalam rangka untuk menunjukkan bahwa sunnah beliau dan sunnah para Khalifah Rasyidin adalah satu manhaj dan hal itu hanya terjadi dengan pemahaman yang shahih dan jelas yaitu berpegang teguh kepada sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabatnya.
Ketigabelas
Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mensifatkan manhaj Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) dan Ath-Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang dimenangkan) :
"Artinya : Apa yang aku ada atasnya sekarang dan para sahabatku" [Telah lalu Takhrijnya]
Ada yang mengatakan : Tidak diragukan lagi bahwa pemahaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau adalah manhaj yang tidak ada kebatilannya akan tetapi apa dalilnya kalau manhaj salafi adalah pemahaman Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya ?
Jawaban atas pertanyaan ini ada dari dua sisi :
Sesungguhnya pemahaman-pemahaman yang disebutkan tadi adanya setelah zaman Nabi dan kekhilafahan Rasyidah dan tentunya tidaklah dinisbatkan yang terdahulu kepada yang setelahnya akan tetapi sebaliknya, sehingga jelaslah kelompok yang tidak berjalan dan mengikuti jalan-jalan kesesatan adalah kelompok yang berada pada asalnya.
Kami tidak menemukan pada kelompok-kelompok sempalan umat Islam yang sesuai dengan para sahabat kecuali Ahlul Sunnah wal Jama'ah dari kalangan pengikut As-Salaf Ash-Shalih Ahlul Hadits.
Adapun Mu'tazilah bagaimana bisa sesuai dengan para sahabat sedangkan tokoh-tokoh besar mereka mencela tokoh besar sahabat dan merendahkan keadilan mereka serta menuduh mereka sesat seperti Al-Washil bin Atho' yang menyatakan : Seandainya Ali, Tholhah dan Az-Zubair bersaksi maka saya tidak menghukum karena persaksian mereka.[Lihat Al-Farqu Bainal Firaq hal.119-120]
Adapun Khawarij telah keluar dari agama dan menyempal dari jama'ah kaum muslimin karena diantara pokok-pokok dasar ajaran mereka adalah mengkafirkan Ali dan anaknya, Ibnul Abbas, Utsman, Thalhah, Aisyah dan Mu'awiyah dan tidaklah berada diatas sifat-sifat para sahabat orang yang melecehkan dan mengkafirkan mereka.
Adapun Shufiyah, mereka meremehkan warisan para Nabi dan merendahkan para penyampai Al-Kitab dan As-Sunnah serta mensifatkan mereka sebagai para mayit. Seorang tokoh besar mereka berkata : Kalian mengambil ilmu kalian, dari mayit sedangkan kami mengambil ilmu kami dari yang maha hidup yang tidak mati (Allah) langsung. Oleh karena itu mereka mengatakan -dengan mulut-mulut mereka untuk menolak sanad hadits- : Telah mengkhabarkan kepada saya hati saya dari Rabb.
Adapun Syi'ah, mereka telah meyakini bahwa para sahabat telah murtad setelah kematian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali beberapa orang saja, lihatlah Al-Kisyiy -salah seorang imam mereka- meriwayatkan satu riwayat dalam kitab Rijalnya hal. 12,13 dari Abu Ja'far, bahwa dia telah menyatakan : Semua orang murtad setelah kematian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali tiga, saya berkata : Siapakah ketiga orang tersebut ? Beliau jawab : Al-Miqdaad bin Al-Aswaad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisiy.
Dan meriwayatkan dalam hal.13 dari Abu Ja'far, dia berkata : Kaum Muhajirin dan Anshor telah keluar (dari agama) kecuali tiga. [Lihat Al-Kaafiy karya Al-Kulaniy, hal.115]
Lihat juga Khumaini -tokoh besar mereka di zaman ini- mencela dan melaknat Abu Bakar dan Umar dalam kitabnya Kasyful Asroor hal, 131, dia menyatakan : Sesungguhnya syaikhani (Abu Bakar dan Umar) ... dan dari sini kita dapati diri kita terpaksa menyampaikan bukti-bukti penyimpangan mereka berdua yang sangat jelas terhadap Al-Qur'an dalam rangka membuktikan bahwa kedua telah menyelisihinya.
Dan berkata lagi hal 137 : ... dan Nabi menutup matanya (wafat) sedangkan kedua telinga beliau ada ucapan-ucapan Ibnul Khaththab yang tegak diatas kedustaan dan bersumber dari amalan kekufuran, kezindikan dan penyelisihan terhadap ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an yang mulia.
Adapun Murji'ah, mereka berkeyakinan bahwa iman orang-orang munafiq yang berada dalam kenifakan sama seperti imannya Assabiqunal Awalun (orang-orang pertama yang masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Bagaimana mereka semua ini bersesuaian dengan para sahabat sedangkan mereka :
Mengkafirkan orang-orang pilihan dari kalangan mereka
Tidak menerima sedikitpun yang mereka riwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam aqidah dan hukum syari'at.
Mengikuti peradaban Rumawi dan filsafat Yunani
Kesimpulannya
Kelompok-kelompok ini semua ingin menolak para saksi kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah dan mencela mereka sedangkan mereka lebih pantas dicela dan mereka ini adalah kaum zindiq.
Dengan demikian jelaslah bahwa pemahaman salaf adalah manhaj Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah dalam konsep pemahaman, penerimaan dan Istidlal (pengambilan hukum).
Sedangkan orang-orang yang mencontoh para sahabat adalah orang-orang yang beramal dengan riwayat-riwayat (hadits) yang shahih dan otentik dalah hukum syariat, dengan jalan dan pemahaman sahabat, dan ini merupakan jalan hidupnya Ahlul Hadits, bukan jalannya ahlul bid'ah dan hawa. Sehingga benar dan kuatlah apa yang telah kami paparkan ketika kami jelaskan wujud keberhasilan mereka dalam berhukum kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan keberhasilan orang yang mengambil sunnah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin setelah beliau.
[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_______
Footnote.
[1]. Tertulis dalam banyak buku hadits ini degan lafadz : "Sebaik-baiknya generasi". Saya mengatakan bahwa lafadz-lafadz ini lemah dan yang benar apa yang telah saya tulis ini.
[2]. Dikeluarkan oleh Ahmad I/379, Ath-Thoyalisiiy dalam musnadnya hal.23 dan Al-Khotib Al-Baghdadiy dalam Al-faqih wal Mutafaqqih I/166 secara mauquf dengan sanad yang hasan. Kata-kata terakhir dari atsar ini telah masyhur sebagai hadits marfu' dan itu tidak benar sebagaimana telah dijelaskan para imam dan itu hanyalah dari perkataan Ibnu Mas'ud, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab Al-Bid'ah wa Atsaruha fil Umat, hal.21-22 silahkan dilihat.
[3]. Ini adalah nash yang cukup tegas dari Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib menghancurkan kebatilan syiah rafidhah yang menisbatkan diri mereka kepada keluarga Nabi (ahlil bait) secara dzolim dan menipu ketika mengaku-ngaku bahwa ahlil bait memiliki kitab yang berukuran tiga lipat dari Al-Qur'an yang berada di tangan kita yang mereka namakan Mushaf Fatimah. Lihat Bughyatul Murtaab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal.321-322
[4]. Hadits Riwayat Al-Bukhariy 7/21 - Al-Fath dan Muslim 16/92-93 - An-Nawawiy dari hadits Abi Said Al-Khudriy. Dan disebutkan dalam Shahih Muslim (16/92 - An-Nawawiy) dari hadits Abi Hurairah dan ini satu kesalahan sebagaimana telah dijelaskan oleh Al-Hafidz Al-Baihaaqiy dalam Al-Madkhol Ila Sunnah hal. 113 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bariy 7/135, untuk lebih jelasnya lihat kitab : Juz Muhammad bin Ashim An-Syuyukhihi yang saya tahqiq (13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar