Radio Rodja 756AM

Sabtu, 01 Mei 2010

NEO KHAWARIJ

Oleh Abu Usamah Sufyan Al Atsari


Wahai sekalian muslimin, dari apa yang telah lalu dengan adanya penjelasan perjalanan sejarah generasi awal kaum khawarij ini, dan setelah pula diadakannya penelitian, maka kita mendapati bahwa mereka memiliki beberapa ciri-ciri dan sifat-sifat serta tanda-tanda yang menunjukkan dengan jelas, yang itu semua kita dapati melalui khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah mereka, statemen-statemen dan fatwa-fatwa mereka, serta cara ibadah dan tindak-tanduk mereka.

Maka dengan itu kami mencoba untuk menyebutkannya secara gamblang namun bersifat global, walaupun ciri-ciri tersebut agak sedikit berbeda (mengalami perkembangan) dari masa ke masa dan dari generasi ke generasi, antara lain:

Beberapa Bentuk Ungkapan Caci Maki Neo-Khawarij Terhadap Para ‘Ulama
5. Kaum neo-Khawarij juga mencaci-maki para ‘ulama Ahlus Sunnah As-Salafiyyin, dengan ungkapan-ungkapan yang sangat jelek dan keji. Seperti pernyataan mereka:
- Mereka adalah para ‘ulama penguasa. 58)
- Mereka adalah para ‘ulama su’ (jelek), para ‘ulama yang menginginkan kursi dan jabatan, ‘ulama yang hidup serba comfortable. 59)
- Mereka adalah para ‘ulama urusan haidh dan nifas.
- Mereka adalah para ‘ulama yang tidak mengetahui kecuali urusan ru’yatul hilal dan tidak mengerti sama sekali tentang realita umat. 60)
- Mereka adalah ‘ulama-’ulama yang mendapat tekanan dari negara, atau dari majelis Hai`ah Kibaril ‘Ulama` atau tekanan-tekanan dari badan-badan intelegen dan yang lainnya.61)
- Mereka adalah para ‘ulama yang tidak membuka pintu hatinya untuk para aktivis muda.
- ….dst 62).

____________________________________________
58) Muhammad Surur Zainal ‘Abidin -yang dia gerah hidup di negeri Islam bersama-sama muslimin, dan lebih memilih ‘hijrah’ ke negeri kafir Inggris dan hidup bersama-sama orang-orang kafir- dia berkata tentang para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Biladil Haram (yaitu Saudi Arabia):
“Dan jenis lain adalah orang-orang yang berbuat tanpa ada rasa takut, yang selalu menyesuaikan sikap-sikapnya dengan sikap para tuannya (pemerintah Saudi)…. Ketika para tuan ini meminta bantuan (pasukan) dari Amerika (untuk menghadapi Saddam Husain yang sosialis, pent), dengan sigap para budak tersebut (para ‘ulama) mempersiapkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan itu, dan ketika para tuan tersebut berseteru dengan negeri Iran yang berpaham Rafidhah, serta merta para budak (para ‘ulama) tersebut menyebutkan kejelekan-kejelekan Rafidhah…” (Majalah As Sunnah, edisi 23 hal. 29-30).

Usamah bin Laden berkata:
“… bahwa lembaga seperti ini dan yang semisalnya mengeluarkan fatwa-fatwa yang memberikan legimitasi akan perbuatan penguasa tadi dan mereka menyebutkan sebagai ‘Waliyul Amr’, padahal dia bukanlah wali (pemimpin) kaum muslimin, maka sudah selayaknya waspada dalam hal itu.
Barangkali, orangpun terheran-heran; bagaimana mungkin masuk di akal, bahwa seorang Syaikh Fulan atau syaikh itu dengan banyaknya ilmu yang ia miliki dan tuanya usia dia, mungkinkah ia akan menjual dînnya dengan harta duniawi yang tak seberapa?!

Hal ini teramat penting untuk diketahui, agar tergambar dalam benak kalian bahwa pondasi bangunan Majelis Kibârul ‘Ulamâ’ itu singkron dengan istana Kerajaan Saudi, …, maka akankah kamu pergi menanyakan kepada lelaki yang menjadi pegawai dan menerima gaji dari kerajaan?! …, janganlah Anda pergi bertanya kepada pegawai kerajaan tentang hukum kerajaan!”. (Nasehat dan Wasiat Kepada Umat Islam Dari Syaikh Mujahid Usâmah bin Lâden, hal. 64, 69-70).

Abu Muhammad Al-Maqdisi
Ketika berbicara tentang para ‘ulama di Saudi ‘Arabia, terkhusus Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi, Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:
“Terakhir, saya mengingatkan dan memperingatkan Akhi Muwahhîd agar jangan sekali-kali terpedaya oleh para ulama pemerintah yang pura-pura tidak tahu terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, berupa kekafiran-kekafiran serta kebobrokan-kebobrokan keluarga Su’ud dan pemerintahnya. Demi Allah, jangan sampai Anda sekalian terpedaya dengan ijazah-ijazah, gelar-gelar, jenggot-jenggot, dan sorban-sorban mereka.” (hal. 301)
Dia juga berkata:
“Perhatikanlah, bagaimana para syaikh ada di setiap tempat. Inilah Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, pegawai negara, dan mereka yang membela-bela dan melindungi negara ini. … .” (hal. 303, cetak tebal pada dua penukilan di atas dari kami)
59) Contohnya adalah ucapan Imam Samudra di bukunya “Aku Melawan Teroris!” : “Berbeda dengan mereka yang hidup di lingkungan yang jauh dari desingan peluru, yang sehari-harinya berada di tengah-tengah keadaan yang serba wah, serba mapan, serba comfortable. Hidup di tengah kerumunan para penggemarnya, penuh decak kagum dan pujian, penuh fasilitas dan seabreg kemudahan lainnya. Per-bedaan gaya hidup akan menimbulkan pemahaman sikap yang berbeda. Pemahaman yang berbeda akan melahirkan pertimbangan dan cara pandang yang berbeda. Selanjutnya, akan melahirkan fatwa yang berbeda pula. Dus, dalam kondisi semacam ini, fatwa siapakah yang lebih mendekati kebenaran?” [Aku…: hal 68-69]
60) Salman Al-’Audah
Dalam pernyataannya ketika berbicara tentang Hai‘ah Kibaril ‘Ulama‘:
“Dan di negeri-negeri Islam pada masa kini, terdapat berbagai lembaga yang banyak sekali namun tidak tersisa lagi perkara yang mereka urusi dalam agama ini -padahal lembaga tersebut bisa jadi sebagai penanggung jawab urusan fatwa atau bahkan menangani berbagai urusan keislaman- kecuali sekadar bertugas mengumumkan masuk atau keluarnya bulan Ramadhan … .” (dinukil dari kaset Waqafat Ma’a Imami Daril Hijrah. Lihat Al-Quthbiyyah hal. 112)
Dalam kesempatan lain ia berkata -dalam upayanya melecehkan para ‘ulama-:
“… peristiwa ini pun (peristiwa Perang Teluk) mempertegas bahwasanya mereka (para ‘ulama) tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi berbagai macam tragedi besar semacam ini, dan bahkan peristiwa ini menguak tentang tidak adanya referensi/rujukan ilmiah yang benar dan bisa dipercaya bagi kaum muslimin, yang memiliki kemampuan untuk membatasi ruang lingkup perselisihan yang terjadi atau mampu memberikan solusi (jalan keluar) yang matang dan benar. … .” (wawancara yang dimuat dalam majalah Al-Ishlah Emirat edisi 223, hal. 11. Lihat Al-Quthbiyyah hal. 112).
Hal yang sama dilakukan pula oleh Safar Al-Hawali dalam kitabnya yang diberi judul Kasyful Ghummah ‘an ‘Ulama-il Ummah di waktu lain diberi judul Haqa`iq Haula Azmatil Khalij, dan dikemudian hari diberi judul Wa’d Kissinjer.
Sebagai contoh, lihat ucapan Muhammad Al-Mis’ari pada halaman 51.
Contohnya juga ucapan dari Imam Samudra: “… Dewan Fatwa Saudi Arabia yang -dengan segala hormat- kurang mengerti trik-trik politik…”
61) Contohnya adalah pernyataan Usamah bin Laden yang dengan dusta menyatakan bahwa Ha‘iah Kibaril ‘Ulama‘ mendapatkan tekanan dari pemerintah Saudi ketika mengeluarkan fatwa tentang bolehnya meminta bantuan kepada tentara Multinasional dalam kasus teluk. Dia nisbahkan kedustaan ini pada Asy-Syaikh Al ‘Utsaimin. Sementara Asy Syaikh Al-’Utsaimin sendiri sebagai seorang ‘ulama ternama di masa kini, membuktikan dengan fatwa-fatwanya, dan sikap-sikap beliau, bahwa pernyataan Usamah bin Laden itu adalah dusta atas nama beliau dan para ‘ulama.
Begitulah kebiasaan kaum Khawarij yang sering mencatut fatwa-fatwa para ‘ulama Ahlus Sunnah, serta memanipulasinya untuk mengelabui umat. untuk lengkapnya para pembaca bisa melihatnya pada buku kami yang berjudul “Mereka Adalah Teroris”Pustaka Qaulan Sadida halaman 486-497 (cet. II) atau halaman 473-484 (cet. I) terbitan .
62) Tak kalah kejamnya adalah ucapan salah satu tokoh besar mereka sekaligus dedengkot kelompok sempalan Hizbut Tahrir (HT), yang bernama Muhammad Al-Mis’ari, terhadap salah satu ‘ulama besar Ahlus Sunnah masa kini, yang telah menghabiskan hidup, jiwa, dan hartanya untuk dakwah dan tarbiyyah umat Islam, yaitu Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz . Al-Mis’ari menyatakan dalam selebaran yang dikeluarkan Lajnah Ad-Difa’ anil Huquqisy Syar’iyyah, dan dia juga sebagai Juru Bicara resminya, sebagaimana telah kami kemukakan pada halaman 51.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!