Radio Rodja 756AM

Kamis, 15 Mei 2014

Pentingnya Mengarahkan Muslimin Dalam Pemilu







#Pentingnya Mengarahkan Muslimin Dalam Pemilu#

Yusuf Utsman Baisa, Lc


Suasana yang begitu hangat menjelang Pemilu mempengaruhi semangat orang untuk membicarakan tentang memilih siapa?, apa pertimbangannya?, apa positifnya fulan?, dan apa negatifnya?. Keadaan inilah yang kemudian membuat “publik figur” yang ada didalam sebuah komunitas, baik lingkup kecil maupun lingkup besar menjadi sangat didengar kata-katanya, diperhatikan sikapnya dan ditunggu kesimpulannya.

Cinta, benci, harapan, putus asa, kedekatan, simpati, antipati, empati dan ambisi merupakan sikap-sikap jiwa yang sangat berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang dalam memilih dan menolak untuk menggunakan hak pilihnya.

ada kenyataannya memilih dan tidak memilih bagi orang yang memilki hak suara sama-sama berpengaruh, karena suara itu tetap dihitung sebagai suara kosong dan hitungannya bisa mempengaruhi timbangan dalam proses pemilu itu.

Bisa jadi suara golput itu lebih kuat pengaruhnya daripada suara yang dimiliki oleh sebuah partai gurem, keduanya sama-sama tidak berhak masuk ke Gedung Dewan, namun akumulasi suara golput justru lebih berpengaruh dalam menyebabkan kalahnya partai yang satu visi dan misi dengan suara para pemilih golput itu.

Jika kita analisa, kita dapati bahwa jumlah Muslimin di negeri ini tidak kurang dari dua ratus juta orang, orang dewasa mereka lebih dari setengahnya, jumlah pemilih dalam pemilu kemarin 186.569.233 dan suara yang sah 124.972.491. Artinya suara golput persisnya adalah 61.596.742.

Perlu diperhatikan bahwa dari angka itu tidak kurang dari lima puluh jutanya adalah suara Muslimin yang golput, betapa besarnya jumlah ini!... Dan betapa senangnya orang-orang yang benci kepada Islam dan Muslimin melihat rendahnya kesadaran Muslimin untuk menggunakan suara mereka yang begitu besar!.

Sementara kita melihat dan menyaksikan bahwa umumnya para pemilih adalah orang “awam” yang mudah dipengaruhi oleh orang lain, terutama oleh “publik figur”. Alangkah salahnya seorang “publik figur Muslim” yang tidak mau menggunakan kekuatan pengaruhnya dalam mengarahkan orang-orang yang menghormatinya, mendengar pendapatnya dan mengikuti pilihannya untuk mengambil sikap dan memilih calon yang paling besar manfaatnya dan yang paling ringan akibat buruknya.

Perhatian dan usaha kita dalam hal ini bukan karena kita membenarkan dan menerima “Demokrasi” atau menyetujuinya, tapi semata-mata karena keberadaan kita ditengah sebuah masyarakat dengan situasi dan kondisi mereka yang sulit untuk dihindari, sementara kita tertuntut untuk membela kepentingan Islam dan Muslimin yang pada saat ini terus menerus berhadapan dengan ujian dan fitnah yang sangat berat bagi setiap manusia secara umum, terutama bagi seorang muslim yang ilmunya minim dan aqidahnya lemah.

Ujian dan fitnah itu sangatlah beraneka-ragam, dari mulai rongrongan aliran sesat yang berbahaya terhadap aqidah muslimin, kemudian berbagai macam maksiat yang menggoncang akhlaq mereka, berikutnya berbagai model dan gaya hidup kebarat-baratan yang melupakan akhirat dan menggelincirkan mereka kepada ambisi dunia serta ujian dan fitnah yang ditimbulkan oleh “globalisasi” dengan segala perangkatnya yang sangat berbahaya terhadap moral dan mental “remaja dan pemuda muslim” yang akan menjadi pemegang estafeta kepemimpinan di masa yang akan datang.

Sementara keadaan “Remaja dan Pemuda Muslim” di zaman ini sangatlah mengenaskan, komunitas yang mereka hidup didalamnya tidak mendukung mereka untuk menjadi manusia muslim yang sholih, fasilitas hidup mereka justru semakin mengarahkan mereka menjauh dari ajaran Islam yang benar dan yang lebih memperparah persoalan ini adalah renggangnya hubungan antara generasi muda dengan generasi tua, karena telah terjadi perbedaan yang nyata diantara dua generasi ini dalam hal kebiasaan, selera, model pergaulan dan cara dalam menilai kebaikan, kebenaran dan manfaat akibat pengaruh “konsep kebebasan tanpa batas” yang telah mereka serap dari budaya barat.

Kepentingan kita pada saat ini adalah: “Bagaimana caranya agar kita bisa melindungi Muslimin dari keburukan-keburukan yang terus mengancam sendi-sendi ajaran Islam, sehingga mereka bisa selamat di dunia dan akhirat”.

Tugas ini sudah tentu adalah “Kewajiban Pemerintah”, karena mereka adalah para pemimpin yang memikul “Amanah Alloh” terhadap rakyatnya.

Persoalannya sekarang adalah: bagaimana kita bisa mendapatkan Pemerintah yang sholih yang menyadari amanah itu? atau paling tidak ditahapan awal ini adalah: bagaimana kita bisa mendapatkan Pemerintah yang bersimpati dan berempati kepada keadaan dan kepentingan Muslimin?, sehingga mereka mau membuka jalan bagi Muslimin untuk menyiapkan diri dengan menyediakan situasi dan kondisi yang kondusif, undang-undang dan peraturan yang mendukung, serta perlindungan yang kokoh.

Pemilihan Presiden dan Wakilnya adalah kesempatan yang telah terbuka bagi kita untuk dimanfaatkan, sehingga kita bisa mendapatkan Pemerintah yang mau berpihak kepada keadaan dan kepentingan Muslimin.

Semestinya kita bisa kalau kita mau untuk mengarahkan suara kaum Muslimin kepada Pemimpin yang lebih layak dan lebih memungkinkan untuk meloloskan visi dan misi kita yang mulia ini. (bms)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!