Radio Rodja 756AM

Kamis, 01 September 2011

PENTAS LAWAK ( Musik, Wanit seksi, and Waria)


Abu Ahmad Zaenal Abidin, Lc

MUSIK, WANITA SEKSI, DAN WARIA SERONOK DALAM PENTAS LAWAK
Suatu pemandangan yang dianggap lumrah dan biasa, setiap pentas lawakan selalu dibumbui dengan selingan musik dan tampilnya wanita setengah bugil serta waria jalang yang berdandan seronok, mengubar aurat dan bergaya sensual. Otomatis, tampilan demikian itu cukup menjadi candu sangat membius dan menebar benih kerusakan sangat dahsyat di tengah kamunitas masyarakat yang lemah iman dan kurang memiliki daya counter terhadap keburukan. Bukankah haram bagi kaum laki-laki berdandan seperti wanita, atau sebaliknya? Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki, seperti telah ditegaskan Ibnu ‘Abbas. [13]

Ditanyakan kepada Syaikh ‘Abdul-Azis bin Baz rahimahullah, bagaimana hukum mendengarkan musik dan nyanyian? Bagaimana pula hukum menonton drama atau panggung hiburan yang menampilkan wanitawanita yang bertabarruj?

Jawaban Syaikh ‘Abdul-Azis bin Baz rahimahullah : Hukumnya terlarang dan haram, karena hal itu bisa menghalangi seseorang dari jalan Allah, menimbulkan penyakit hati, dan menjerumuskan seseorang ke dalam bahaya dan perbuatan kotor yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّىٰ مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan perkataan yang tak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, (maka) dia berpaling dengan menyombongkan diri seolaholah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih. [Luqman/31:6-7]

Dalam dua ayat di atas, terdapat petunjuk bahwa mendengarkan musik dan nyanyian merupakan sebagian dari penyebab kesesatan dan menyesatkan, memperolok-olokkan ayatayat Allah Subahnahu wa Ta'ala, dan enggan serta takabur mendengarkannya. Allah Azza wa Jalla mengancam tindakan-tindakan tersebut dengan adzab yang menghinakan dan pedih. Kebanyakan ulama menafsirkan “perkataan yang tidak berguna (lahwul-hadîts)” dalam ayat tersebut, dengan nyanyian dan musik, serta segala bentuk yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Diriwayatkan pula dalam Sahih al-Bukhâri, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda:

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْ نَ ا لْحِرَ وَ الْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَا زِفَ

Sungguh akan ada di antara ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik.”

ا لْحِر dalam hadits tersebut, artinya kemaluan yang haram atau zina. Adapun الْحَرِيْرَ sutera), telah diketahui diharamkan bagi kaum pria. Sedangkan الْخَمْرَ juga telah dikenal, yaitu segala sesuatu yang memabukkan, diharamkan bagi pria maupun wanita. Dan الْمَعَا زِفَ ialah alat-alat musik, misalnya kecapi, gendang, mandolin, dan sebagainya, seperti telah dijelaskan dalam an-Nihayah dan al-Qamus. الْعَزْفُ artinya bermain alat-alat musik, sedangkan العَازِفُ adalah pemain musik atau penyanyi.

Oleh karena itu, patut diperhatikan peringatan yang disebutkan dalam Fatawa an-Nadzar wal- Khalwah wal-Ikhtilath, [14] bahwa setiap muslim dan muslimah wajib menjauhi dan mewaspadai kemungkaran-kemungkaran ini, termasuk dalam hal menonton sinetron dan panggung hiburan yang menampilkan wanitawanita bertabarruj. Demikian itu merupakan perbuatan yang diharamkan, karena mengandung bahaya besar, yaitu timbulnya berbagai macam penyakit hati, hilangnya kecemburuan, dan terkadang juga menjerumuskan penontonnya ke dalam perbuatan yang diharamkan Allah, baik penonton tersebut seorang pria maupun wanita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq kepada kita, untuk melaksanakan apa yang membawa kepada Ridha-Nya dan kepada keselamatan dari sebab-sebab kemurkaan-Nya.
Wallahul-Muwafiq


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Tafsir Ma’alimut-Tanzil, al-Baghawi (8/466).
[2]. Shahîh, diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dan lihat al-Fathur Rabbani, Ahmad ‘Abdur-Rahman al-Bana (22/239) dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul-Masabih, Bab: Mizah (4889), (3/1370). Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni.
[3]. Shahîh, diriwayatkan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskâtul- Mashâbih, Bab: Mizah (4835), (3/1360).
[4]. Shahîh, diriwayatkan Imam at-Tirmdzi dalam Sunan-nya (2315) dan Imam at-Tibrizi dalam Miskâtul- Mashâbih, Bab: Hifzul-Lisan (4834), dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni.
[5]. Lihat Jami’ul Ulum wal-Hikam, Ibnu Rajab (1/336).
[6]. Shahîh, diriwayatkan Imam al-Bukhâri dalam Shahîh-nya (6474) dan Imam Muhammad at-Tibrizi dalam Miskatul-Masabih, Bab: Mizah (4889), (3/1370).
[7]. Shahîh, diriwayatkan Imam al-Bukhâri dalam Shahîh-nya (6478) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3970).
[8]. Shahîh, diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (2/267), Imam al-Bukhari dalam Shahîh-nya (6018), (6136) dan (6475), Imam Muslim dalam Shahîh-nya ((47), Abu Dawud dalam Sunan-nya (5154), dan Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2500), serta Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (506).
[9]. Shahîh, diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2317), Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3976), dan Ibnu Hibban dalam Shahîh-nya (229).
[10]. Shahih, diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2313), dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni.
[11]. Majmu’ Fatâwâ wa Rasail Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin (2/ 156-157).
[12]. Majmu’ Fatâwâ wa Rasail Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin (2/ 157-158).
[13]. Shahîh, diriwayatkan Imam al-Bukhâri dalam Shahîh-nya (5885), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4097), Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2785), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1904).
[14]. Fatâwâ an-Nadzar wal-Khalwah wal-Ikhtilath, Syaikh ‘Abdul-’Azis
bin Bâz, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin, Syaikh
Jibrin dan al-Lajnatud-Dâimah lil Buhûtsil-’Ilmiyah wal-Iftâ`,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!